Sabtu, 28 Juli 2012

Perlunya Memahami Pemodelan Sistem Untuk Mengembangkan Algoritma Genetik Dalam Supply Chain Management

Tinjauan Disiplin Ilmu Teknik Industri Untuk Bidang Supply Chain Management

Pendahuluan
Algoritma genetik adalah teknik pencarian di dalam ilmu komputer untuk menemukan penyelesaian perkiraan untuk optimisasi dan masalah pencarian. Algoritma genetik adalah kelas khusus dari algoritma evolusioner dengan menggunakan teknik yang terinspirasi oleh biologi evolusioner seperti warisan, mutasi, seleksi alam, dan rekombinasi (atau crossover). Algoritma genetik pertama kali dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York, Amerika Serikat (http://id.wikipedia.org/wiki/Algoritma_genetik). Holland beserta murid-murid dan teman kerjanya menghasilkan buku berjudul Adaption in Natural and Artificial Systems pada tahun 1975.

Seiring perkembangannya, algoritma genetik juga semakin banyak digunakan di dunia industri khususnya dalam bidang Supply Chain Management (SCM). Algoritma genetik yang dapat digunakan dalam penjadwalan tersebut terus dikembangkan oleh para peneliti di berbagai institusi dan industri. Pada kesempatan ini, saya akan membahas salah satu dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengembangan algoritma genetik tersebut dan oleh penulisnya (Zegordi, S. H., et. al.) dinamakan dengan Gendered Genetic Algorithm (GGA) (dapat dilihat pada bagian Bacaan Lebih Lanjut) dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran mengenai beberapa kemungkinan baru yang dapat dikembangkan untuk diteliti dan diaplikasikan lebih lanjut terkait dengan pendekatan GGA dalam menyelesaikan masalah penjadwalan pemesanan kepada supplier dan transportasinya hingga sampai kepada customer.

Pembahasan
Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai Suplai (Pasok) adalah pengelolaan jaringan bisnis yang saling berhubungan yang terlibat dalam penyediaan produk akhir dan paket layanan yang diperlukan oleh konsumen akhir (http://en.wikipedia.org/wiki/Supply_chain_management). Dalam pengertian ini, sangat tepat jika peneliti berusaha untuk mengembangkan penelitian khususnya dalam proses penjadwalan produksi yang terintegrasi dengan transportasi. Hal ini dapat dilihat pada tinjauan pustaka yang diuraikan oleh peneliti, yaitu beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penjadwalan produksi dalam konteks SCM. Tinjauan pustaka tersebut menunjukkan bahwa terus terjadi perubahan yang progresif dan ekspansif dalam melakukan optimisasi pada proses penjadwalan produksi maupun transportasi dimana setiap peneliti berusaha untuk mengembangkan penelitiannya dengan membuka asumsi-asumsi yang telah ada di penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian ini menjadi sangat menarik karena dari tinjauan pustakanya terhadap beberapa penelitian terdahulu (2002 – 2008), belum ditemukan suatu pendekatan yang cocok dalam melakukan penjadwalan pemesanan produk pada beberapa supplier yang berbeda kecepatan produksinya dan diintegrasikan dengan beberapa kendaraan pengangkut hasil produksi tersebut. Apabila dapat disusun suatu pendekatan yang terintegrasi tersebut, maka konsumen yang dalam hal ini adalah perusahaan yang melakukan penjadwalan pemesanan dan transportasinya akan memperoleh hasil yang optimum pada jumlah unit dan waktu pemesanan. Fokus penelitian ini adalah pada penggunaan algoritma genetik yang dikembangkan lagi dan oleh penulisnya disebut dengan Gendered Genetic Algorithm (GGA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa algoritma GGA yang dikembangkan oleh Zegordi, et. al. memiliki performansi yang lebih baik dibandingkan dengan algoritma genetik standar yang mempertimbangkan satu gender saja (Zegordi, 2009: 8).

Namun demikian, dapat ditemukan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan lebih lanjut agar pendekatan GGA tersebut dapat diaplikasikan dengan lebih luas pada kondisi yang sebenarnya. Perhatian ini difokuskan pada beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu (saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) (Zegordi, 2009: 3):
Tahap pertama dalam supply chain terdiri dari m pemasok dengan kecepatan produksi yang berbeda. Pada tahap kedua, diasumsikan bahwa keberadaan l kendaraan dengan variabel kecepatan dan variabel kapasitas untuk mengangkut produk dari pemasok ke perusahaan manufaktur. Misalkan terdapat n pekerjaan dengan ukuran yang berbeda, maka ukuran masing-masing pekerjaan dan kapasitas masing-masing kendaraan dapat diketahui dengan pasti dan konsisten terhadap ketersediaan ruang dan berat.
Untuk mempermudah, diasumsikan bahwa semua pemasok berada di satu zona geografis dan waktu transportasi antarpemasok dapat diabaikan bila dibandingkan dengan waktu transportasi untuk membawa barang dari pemasok ke perusahaan manufaktur. Namun dalam kondisi riil-nya, pemasok mungkin berlokasi di beberapa zona geografis. Dalam kasus ini, kita asumsikan bahwa permasalahan dasar dapat dibagi menjadi beberapa submasalah dimana setiap kelompok pemasok terletak dalam satu zona geografis dan setiap pemasok tersebut tidak dapat berbagi kendaraan dengan submasalah yang berbeda. Jika jarak antara dua pemasok tidak diabaikan, mereka harus dianggap terletak di dua zona geografis yang berbeda.
Kita mengasumsikan bahwa setiap kendaraan pada lokasi zona pemasok di waktu nol dapat membawa produk dari beberapa pemasok untuk perusahaan dalam satu batch. Hal ini pada dasarnya adalah masalah dalam penjadwalan dengan setiap pemasok dianggap sebagai mesin tunggal. Masing-masing kendaraan melaksanakan pengiriman dan kembali ke daerah pemasok untuk pengiriman berikutnya. Fungsi tujuan dari masalah ini adalah untuk meminimisasi seluruh penempatan (alokasi) dalam pemesanan sehingga dapat meminimisasi waktu penyelesaian maksimum untuk semua pekerjaan (contohnya makespan).
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dapat diketahui bahwa model GGA yang dikembangkan oleh Zegordi, et. al. dalam penelitiannya belum dapat digunakan untuk sistem yang terdiri dari pemasok-pemasok yang berada di zona geografis yang berbeda. Dengan asumsi bahwa variabel waktu transportasi antarpemasok dapat diabaikan, maka hasil yang diperoleh akan sedikit berbeda dengan kondisi yang sebenarnya karena secara logika variabel waktu tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja mengingat bahwa tentu terdapat jarak di antara pemasok meskipun dengan besaran yang tidak besar. Kondisi ini perlu untuk diperhatikan karena model GGA tersebut tentu tidak akan dapat digunakan pada sistem yang tidak dapat memenuhi asumsi-asumsi yang diuraikan tersebut.

Menurut Simatupang (1994: 94), kegunaan model pada hakikatnya adalah untuk penerapan secara praktis yang dapat membantu pemecahan masalah manusia secara pragmatis, maka diperkenankan adanya pengembangan asumsi-asumsi model, selama asumsi itu dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Zegordi, et. al. tidak dinilai sebagai penelitian yang salah, namun dinilai sebagai usaha pengembangan model GGA agar dapat digunakan pada kondisi sistem SCM nyata yang lebih luas. Dengan membuka asumsi-asumsi yang diuraikan dalam penelitian ini, maka pada penelitian berikutnya harapan untuk menerapkan model GGA tersebut pada sistem yang terdiri dari beberapa pemasok yang berbeda zona geografisnya akan dapat tercapai. Harapan tersebut juga dapat ditemukan pada bagian kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu (Zegordi, 2009: 8):
Pada masa yang akan datang, akan sangat menarik apabila dikembangkan suatu skenario dimana terdapat beberapa pemasok yang berlokasi di zona geografis yang berbeda dan saling berbagi (alat transportasi) kendaraan di antara mereka. Pertimbangan terhadap rangakaian pemasok yang diizinkan untuk setiap pekerjaan dan adanya pembatasan dalam memberikan pekerjaan kepada pemasok dapat menjadi ruang lingkup pada penelitian di masa yang akan datang. Varians dalam GGA yang terdapat dalam operasi-operasi crossover dan mutasi juga dapat menjadi bahasan dalam penelitian yang lainnya. Selain itu, penggunaan beberapa metodologi yang berbeda, yaitu dengan penggabungan struktur kromosom-kromosom yang bebeda atau mengkombinasikan GGA dengan metode heuristik dan meta-heuristik akan menjadi bidang penelitian yang menjanjikan (potensial).
Namun demikian, tentu diperlukan data dan informasi yang lebih banyak agar dapat disusun fungsi-fungsi kendala yang sesuai dengan kondisi sistem tersebut sehingga asumsi-asumsi tersebut dapat dibuka dan selanjutnya dapat disusun suatu model baru yang dapat diterapkan pada sistem SCM yang lebih luas. Semoga bermanfaat!

Bacaan Lebih Lanjut
Simatupang, Togar M. 1994. Pemodelan Sistem. Bandung: Studio Manajemen, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknlogi Bandung.

Zegordi, S. H., et. al. A Novel Genetic Algorithm For Solving Production and Transportation Scheduling in a Two-stage Supply Chain. Computers & Industrial Engineering (2009), doi:10.1016/j.cie.2009.06.012.



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites