Kampus II Universitas Muhammadiyah Magelang

Kampus II Universitas Muhammadiyah Magelang Jl. Bambang sugeng Km 5 Santan Mertoyudan Magelang

Study Ekskursi

Studi Lapangan ke pabrik-pabrik selama satu minggu, untuk mempelajari dunia kerja di perusahaan, sebelum menjalankan kerja praktik

IMTII Ikatan Mahasiswa teknik Industri Indonesia

Foto ini di ambil pada waktu mengiluti Kongres IMTII ke II di bandung, Foto dengan Angota IMTII Zone Jateng dan Sekjen IMTII demisioner dan yang terpilih

Story Telling Contes

Kerjasama Antar Teknik Industri dengan Lab Bahasa den Akademi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang

Logo Himpunan Mahasiswa Teknik Industri UMMgl

Logo Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Magelang

Senin, 30 Juli 2012

Siz sigma


Siz sigma dimulai oleh motorola di tahun 1980-an yang dimotori oleh Bill Smith yang didukung penuh oleh CEO-nya Bob Galvin. Motorola menggunakan perngakat staistik yang dikombinasi dengan ilmu management menggunakan financial metric sebagai salah satu alat ukur dari quality improvement process. Dalam perjalanan waktu, General Electric ( GE ) mempopulerkan six sigma sebagai suatu trend dan membuat perusahaan perusahaan lain berlomba lomba menacari tahu apa six sigma itu. Dalam hal GE ini, peran Jack welch sangatlah penting karena dialah yang menjadikan six sigma sebagai tulang punggung semua proses di GE.
Six Sigma, jika didefinisikan secara harfiah berarti enam standart deviasi, lalu apa makna sebenarnya dari six sigma itu. Six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses sekaligus mengurangi cacat dengan menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif.
Kalo kita terjemahkan, six sigma adalah suatu besaran yang kita terjemahkan sebagai suatu proses yang memiliki kemungkinan cacat ( defect oppurtunity) sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk/jasa (defect per million oppurtunities), namun yang penting adalah six sigam merupakan suatu metric untuk mencapai keadaan yang nyaris bebas cacat, hal yang kemudian berkembang sebagai metodologi bahkan strategi bisnis.
Ada 6 komponen utama konsep six sigma ( the six sigma way : team fieldbook,peter pande dkk) :
  1. Fokus pada pelanggan : pelanggan bukan hanya sekedar sebagai pembeli, tapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil kerja kita.
  2. Manajemen berdasarkan data dan fakta : bukan berdasarkan opini,atau argumen tanpa dasar
  1. fokus pada proses,manajemen dan perbaikan : six sigma sangat tergantung kemampuan kita mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk melakukan perbaikan
  1. Manajemen yang proaktif : peran pemimpin dan manajer sangat penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam melakukan perubahan
  2. Kolaborasi tanpa batas : kerjasam team yang bagus
  1. selalu mengejar kesempurnaan
sebenarnya konsep dasar six sigma banyak sekali diambil dari Total Quality manajemen dan statistical process control, kedua konsep ini diawali oleh pemikiran shewhart,juran,derming,Crossby dan Ishikawa.

Six sigma merupakan metode yang terstruktur, struktur dari six sigma terdiri dari lima tahapan yang dikenal dengan DMAIC : Define, Measure,Analyze,Improve ,Control
  1. Define : pada tahap ini team pelaksana mengidentifikasi permasalahn, mengidentifikasi spesifikasi masalah dan menentukan tujuan ( pengurangan cacat/biaya)
  1. Measure : tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisapermasalahan darai data yang ada
  2. Analyze : menentukan faktor faktor yang paling mempengaruhi proses, yang artinya mencari beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap perbaikan proses.
  3. Improve : pada tahapan ini kita mendiskusikan ide ide untuk memperbaiki sistem berdasar hasil nalisa terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya
  4. Control : pada tahap ini kita harus membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan bisa berkesinambungan. Pada tahap ini kita membuat semacam metrics untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun ataupun untuk melakukan perbaikan lagi
Perangkat Six Sigma
  1. Statistic tool seperti populasi, sample ,teori sampling, pengukuran central tradency, pengukuran deviasi (variasi)
  2. Analisa grafik
  1. Diagram IPO ( Input – Proses- Output) : merupakan diagram sederhana untuk melihat faktor faktor apa saja yang mempengaruhi proses,serta output/target yang kita inginkan dari proses tersebut.PengunaanIPO secara umum mempunyai input standar yang disebut 6 M ( Manpower,Methode,Material,Measurement,machine,maother Nature), untuk output standart biasanya : kualitas baik,waktu lebih cepat,biaya murah
  1. Diagram Flow Process ( Process Flow Diagram) : diagram flow proses menunjukkan urutan aktifitas yang perlu dialakukan dalam suatu proses, perlunya Diagram Flow proses untuk menganalisa aktifitas mana yang perlu diperbaiki atau malah dikurangi.Penghilangan salah satu tahapan dalam proses tanpa mengurangi kualitas output adalah salah satu prinsip dalam konsep lean
  1. Diagram CE/CNX ( Cause and Effect Diagram/ Constant -Noise-Experiment Diagram ) : diagram CE/CNX lebih dikenal dengan fishbone diagram atau diagram Ishikawa, diagram ini merupakan versi detail dari IPO dimana setiap komponen dalam IPO dilihat lagi bagian bagiannya sampai sedetail mungkin. Pada dasarnya diagram CE/CNX biasanya dihasilkan dari hasil diskusi,komponen komponen yang mempengaruhi suatu target tertentu dikelompokkan sebagai bagian dari faktor faktor yang mempengaruhi proses kita. Faktor yang sudah berjalan dengan atau tidak banyak berubah rubah kita beri label C ( constant); faktor yang berubah ubah dan tidak kita kontrol dengan baik, kita beri label N (Noise);sedangkan jika ada faktor yang perlu diuji dulu pengaruhnya terhadap target kita beri label X (experiment)
  2. Standard Operating Procedure (SOP) : merupakan prosedur kerja yang tertulis, SOP merupakan derivasi Process Flow yang ditulis secara detail dengan spesifikasi tiap tiap aktifitas. SOP yang bagus adalah SOP yang rinci dan lengakp dengan gambar atau foto
  1. Scatter Diagram : berfungsi untuk melihat dengan singkat apakah ada korelasi anatara sumbu Y dengan sumbu X, analisa lanjutan dari diagram ini adalah regresi
  2. Histogram : secara grafik berguna untuk melihat apakah data yang kita punya berbentuk distrubusi normal,miring tau tidak berbentuk.
  1. Diagram pareto : hampir sama dengan histogram, bedanya pada pareto, grup diurutkan dari jumlah observasi/frekuensi tertinggi ke yang terendah.Pareto digunakan untuk menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap suatu kejadian/proses
  1. Failure Mode and Effect Analysis ( FMEA ), selain dengan diagram pareto dan fishbone diagram, terdapat cara lain untuk menentukan significant few opportunities yakni dengan FMEA, terutama jika tidak punya data yang cukup untuk membuat diagram pareto. Dari hasil FMEA prooritas perbaikan akan diberikan pada komponen yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi

Minggu, 29 Juli 2012

Sejarah Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing di Indonesia


oleh Belajar Bahasa Inggris Online Yuk..! pada 28 Maret 2012 pukul 8:49 ·
Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa asing. Istilah 'bahasa asing' dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan 'bahasa kedua'. Bahasa asing adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara tertentu di mana bahasa tersebut diajarkan. Sementara bahasa kedua adalah bahasa yang bukan bahasa utama namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan secara umum di suatu negara.
Sebagai contoh, bahasa Inggris di Singapura adalah bahasa kedua. Media massa, komunikasi, dan pembicaraan di negara tersebut kerap menggunakan bahasa Inggris.

Sementara Bahasa asing biasanya diajarkan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dengan tujuan berkomunikasi dasar serta menguasai 4 skill berbahasa (menyimak, membaca, menulis, berbicara) dalam bahasa tersebut dalam batasan tertentu.

Di Indonesia, kebijakan pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing berubah seiring waktu dan pergantian kebijakan yang kebanyakan dipengaruhi ekonomi dan politik. Untuk lebih jelasnya, mari kita pelajari sejarah Bahasa Inggris di Indonesia...

Jaman Belanda
Pada masa peperangan dengan Belanda, Bahasa Inggris diajarkan di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setara dengan SMP dan AMS (Algemeene Middlebare School) yang setara dengan SMA. Pada masa ini, selain anak-anak Belanda, hanya orang-orang pribumi tertentu yang mampu dan diijinkan bersekolah di MULO dan AMS. Sebagian besar anak pribumi biasa hanya sekolah hingga tingkat yang setara SD saat sekarang. Kondisi ini turut mempengaruhi pengajaran Bahasa Inggris.

Dan jangan salah, kondisi sekolah pada jaman Belanda ini konon sangat bagus. Guru-guru mendapat gaji besar, material pengajaran mencukupi, dan sistem pengajaran dan ujian sangat berkualitas. Wajar, karena sebagian besar yang sekolah hanyalah orang-orang berduit, terpandang, atau anak orang Belanda.

Lulusan MULO biasanya mampu berbahasa Inggris dengan sangat baik. Selain itu, mereka juga wajib menguasai bahasa Belanda serta memilih pelajaran bahasa pilihan Prancis atau German, serta bahasa lokal (Jawa/Melayu).

Namun membandingkan kondisi pengajaran di sekolah pada jaman Belanda dan sekarang tidaklah adil, karena saat itu, sekolah bersifat elit dan kemewahan adalah bagian dari elitisitas tersebut.

Jaman Jepang
Pada masa peperangan dengan Jepang, kondisi sebaliknya terjadi. Bahasa Belanda, Inggris, dan bahasa Eropa lainnya dilarang total digunakan di Indonesia. Semua buku yang berbahasa tersebut dimusnahkan dan dibakar. Sedihnya, keputusan pembakaran buku ini berdampak hingga saat ini, di mana sangat sedikit referensi sejarah yang bangsa Indonesia miliki tentang negerinya sendiri.

Sisi lainnya, Jepang merubah secara radikal sistem pendidikan, dari elitis menjadi egalitarian. Semua orang harus sekolah.
Selain itu, bahasa Jepang diajarkan secara intensif dan bahkan ditargetkan menjadi 'bahasa kedua' di Indonesia. Ditambah, pada masa Jepang ini lah banyak buku-buku asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Jaman Kemerdekaan
Bahasa Inggris secara resmi diajarkan sebagai bahasa asing di sekolah-sekolah Indonesia seiring dengan keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1967.

Sejak saat itu, perubahan menteri, kurikulum, keadaan politik, ekonomi dan perkembangan ilmu pendidikan, terus mewarnai perkembangan pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia.

Mulai dari sistem pengajaran di mana siswa diwajibkan menghapal sekian ratus kata dan artinya dalam waktu tertentu, menguasai grammar, lalu berubah ke orientasi bahasa Inggris untuk komunikasi, sampai ke isu pengajaran bahasa Inggris untuk anak-anak saat ini.

Yang perlu menjadi catatan adalah dana trilyunan rupiah yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan beragam pelatihan, seminar, peningkatan kualitas guru, perubahan kurikulum, pengadaan fasilitas bahasa semacam laboratorium hingga kamus dan semacamnya. Sebagian dari usaha ini membawa hasil positif, sebagian lainnya tidak jelas.
Mulai dari pendirian model pelatihan ekperimental yang disebut Standard Training Course (STC) di Bukit Tinggi dan Yogyakarta pada tahun 1950an (catatan penting: didanai oleh Ford FOundation), lalu pendirian Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Malang yang lalu berubah menjadi IKIP malang (sekarang Uiversitas Negeri Malang), hingga kontroversi Sekolah Berstandar Internasional saat ini.

Masalahnya adalah, konon sebagian besar dana yang digunakan untuk proyek-proyek pendidikan ini berasal dari pinjaman luar negeri, dan tentu saja, harus dikembalikan.

Beberapa catatan
Pada tahun 1960-an, ada dua kementrian yang mengurusi masalah pendidikan di Indonesia, yaitu Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan serta Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Celakanya, konon kedua pejabat tersebut saling berbeda pandangan, yang satu cederung kiri yang lain cenderung nasionalis. Dan hal ini turut mempengaruhi perkembangan pendidikan di Indonesia.

Kondisi politik 1960-an di mana faham komunis berjaya, membuat sebagian besar tenaga pengajar asing (khususnya dari negara barat) meninggalkan Indonesia, dan menciptakan kesenjangan proses perkembangan pendidikan.

Kontroversi pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Sebagian pihak berpendapat mengajarkan bahasa Inggris pada siswa SD akan sangat bagus bagi perkembangan anak ke depannya. Namun di sisi lain, perbedaan kondisi sosial, ekonomi dan geo-politik daerah-daerah di Indonesia, menciptakan perbedaan kualitas sekolah dan latar belakang siswa, sehingga ada siswa-siswa yang jangankan berbahasa Inggris, bahasa Indonesia dasar saja mereka belum menguasai secara baik.
Bahasa Inggris adalah bisnis yang besar. Jutaan dolar mengalir ke negara produsen material pengajaran Bahasa Inggris (USA, UK, Australia) dalam bentuk pembelian materi audio-visual, buku, sumber daya manusia dan lain-lain.

Bantuan-bantuan dari negara tersebut di atas dalam bentuk proyek pelatihan bahasa Inggris, beasiswa dan sebagainya bukanlah ketulusan. Semakin banyak penguasa bahasa Inggris di negara ini, semakin mudah penyebaran faham dan ideologi mereka. Ditambah, hubungan ekonomi, politik, bisnis, akan lebih gampang jika dilakukan dalam bahasa yang sama.

Masalah utamanya, adalah; Siswa mempelajari bahasa Inggris di Indonesia tanpa tujuan yang jelas. Untuk berkomunikasi? Untuk ke luar negeri? untuk nilai?

Sabtu, 28 Juli 2012

Perlunya Memahami Pemodelan Sistem Untuk Mengembangkan Algoritma Genetik Dalam Supply Chain Management

Tinjauan Disiplin Ilmu Teknik Industri Untuk Bidang Supply Chain Management

Pendahuluan
Algoritma genetik adalah teknik pencarian di dalam ilmu komputer untuk menemukan penyelesaian perkiraan untuk optimisasi dan masalah pencarian. Algoritma genetik adalah kelas khusus dari algoritma evolusioner dengan menggunakan teknik yang terinspirasi oleh biologi evolusioner seperti warisan, mutasi, seleksi alam, dan rekombinasi (atau crossover). Algoritma genetik pertama kali dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York, Amerika Serikat (http://id.wikipedia.org/wiki/Algoritma_genetik). Holland beserta murid-murid dan teman kerjanya menghasilkan buku berjudul Adaption in Natural and Artificial Systems pada tahun 1975.

Seiring perkembangannya, algoritma genetik juga semakin banyak digunakan di dunia industri khususnya dalam bidang Supply Chain Management (SCM). Algoritma genetik yang dapat digunakan dalam penjadwalan tersebut terus dikembangkan oleh para peneliti di berbagai institusi dan industri. Pada kesempatan ini, saya akan membahas salah satu dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengembangan algoritma genetik tersebut dan oleh penulisnya (Zegordi, S. H., et. al.) dinamakan dengan Gendered Genetic Algorithm (GGA) (dapat dilihat pada bagian Bacaan Lebih Lanjut) dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran mengenai beberapa kemungkinan baru yang dapat dikembangkan untuk diteliti dan diaplikasikan lebih lanjut terkait dengan pendekatan GGA dalam menyelesaikan masalah penjadwalan pemesanan kepada supplier dan transportasinya hingga sampai kepada customer.

Pembahasan
Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai Suplai (Pasok) adalah pengelolaan jaringan bisnis yang saling berhubungan yang terlibat dalam penyediaan produk akhir dan paket layanan yang diperlukan oleh konsumen akhir (http://en.wikipedia.org/wiki/Supply_chain_management). Dalam pengertian ini, sangat tepat jika peneliti berusaha untuk mengembangkan penelitian khususnya dalam proses penjadwalan produksi yang terintegrasi dengan transportasi. Hal ini dapat dilihat pada tinjauan pustaka yang diuraikan oleh peneliti, yaitu beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penjadwalan produksi dalam konteks SCM. Tinjauan pustaka tersebut menunjukkan bahwa terus terjadi perubahan yang progresif dan ekspansif dalam melakukan optimisasi pada proses penjadwalan produksi maupun transportasi dimana setiap peneliti berusaha untuk mengembangkan penelitiannya dengan membuka asumsi-asumsi yang telah ada di penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian ini menjadi sangat menarik karena dari tinjauan pustakanya terhadap beberapa penelitian terdahulu (2002 – 2008), belum ditemukan suatu pendekatan yang cocok dalam melakukan penjadwalan pemesanan produk pada beberapa supplier yang berbeda kecepatan produksinya dan diintegrasikan dengan beberapa kendaraan pengangkut hasil produksi tersebut. Apabila dapat disusun suatu pendekatan yang terintegrasi tersebut, maka konsumen yang dalam hal ini adalah perusahaan yang melakukan penjadwalan pemesanan dan transportasinya akan memperoleh hasil yang optimum pada jumlah unit dan waktu pemesanan. Fokus penelitian ini adalah pada penggunaan algoritma genetik yang dikembangkan lagi dan oleh penulisnya disebut dengan Gendered Genetic Algorithm (GGA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa algoritma GGA yang dikembangkan oleh Zegordi, et. al. memiliki performansi yang lebih baik dibandingkan dengan algoritma genetik standar yang mempertimbangkan satu gender saja (Zegordi, 2009: 8).

Namun demikian, dapat ditemukan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan lebih lanjut agar pendekatan GGA tersebut dapat diaplikasikan dengan lebih luas pada kondisi yang sebenarnya. Perhatian ini difokuskan pada beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu (saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia) (Zegordi, 2009: 3):
Tahap pertama dalam supply chain terdiri dari m pemasok dengan kecepatan produksi yang berbeda. Pada tahap kedua, diasumsikan bahwa keberadaan l kendaraan dengan variabel kecepatan dan variabel kapasitas untuk mengangkut produk dari pemasok ke perusahaan manufaktur. Misalkan terdapat n pekerjaan dengan ukuran yang berbeda, maka ukuran masing-masing pekerjaan dan kapasitas masing-masing kendaraan dapat diketahui dengan pasti dan konsisten terhadap ketersediaan ruang dan berat.
Untuk mempermudah, diasumsikan bahwa semua pemasok berada di satu zona geografis dan waktu transportasi antarpemasok dapat diabaikan bila dibandingkan dengan waktu transportasi untuk membawa barang dari pemasok ke perusahaan manufaktur. Namun dalam kondisi riil-nya, pemasok mungkin berlokasi di beberapa zona geografis. Dalam kasus ini, kita asumsikan bahwa permasalahan dasar dapat dibagi menjadi beberapa submasalah dimana setiap kelompok pemasok terletak dalam satu zona geografis dan setiap pemasok tersebut tidak dapat berbagi kendaraan dengan submasalah yang berbeda. Jika jarak antara dua pemasok tidak diabaikan, mereka harus dianggap terletak di dua zona geografis yang berbeda.
Kita mengasumsikan bahwa setiap kendaraan pada lokasi zona pemasok di waktu nol dapat membawa produk dari beberapa pemasok untuk perusahaan dalam satu batch. Hal ini pada dasarnya adalah masalah dalam penjadwalan dengan setiap pemasok dianggap sebagai mesin tunggal. Masing-masing kendaraan melaksanakan pengiriman dan kembali ke daerah pemasok untuk pengiriman berikutnya. Fungsi tujuan dari masalah ini adalah untuk meminimisasi seluruh penempatan (alokasi) dalam pemesanan sehingga dapat meminimisasi waktu penyelesaian maksimum untuk semua pekerjaan (contohnya makespan).
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dapat diketahui bahwa model GGA yang dikembangkan oleh Zegordi, et. al. dalam penelitiannya belum dapat digunakan untuk sistem yang terdiri dari pemasok-pemasok yang berada di zona geografis yang berbeda. Dengan asumsi bahwa variabel waktu transportasi antarpemasok dapat diabaikan, maka hasil yang diperoleh akan sedikit berbeda dengan kondisi yang sebenarnya karena secara logika variabel waktu tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja mengingat bahwa tentu terdapat jarak di antara pemasok meskipun dengan besaran yang tidak besar. Kondisi ini perlu untuk diperhatikan karena model GGA tersebut tentu tidak akan dapat digunakan pada sistem yang tidak dapat memenuhi asumsi-asumsi yang diuraikan tersebut.

Menurut Simatupang (1994: 94), kegunaan model pada hakikatnya adalah untuk penerapan secara praktis yang dapat membantu pemecahan masalah manusia secara pragmatis, maka diperkenankan adanya pengembangan asumsi-asumsi model, selama asumsi itu dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Zegordi, et. al. tidak dinilai sebagai penelitian yang salah, namun dinilai sebagai usaha pengembangan model GGA agar dapat digunakan pada kondisi sistem SCM nyata yang lebih luas. Dengan membuka asumsi-asumsi yang diuraikan dalam penelitian ini, maka pada penelitian berikutnya harapan untuk menerapkan model GGA tersebut pada sistem yang terdiri dari beberapa pemasok yang berbeda zona geografisnya akan dapat tercapai. Harapan tersebut juga dapat ditemukan pada bagian kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu (Zegordi, 2009: 8):
Pada masa yang akan datang, akan sangat menarik apabila dikembangkan suatu skenario dimana terdapat beberapa pemasok yang berlokasi di zona geografis yang berbeda dan saling berbagi (alat transportasi) kendaraan di antara mereka. Pertimbangan terhadap rangakaian pemasok yang diizinkan untuk setiap pekerjaan dan adanya pembatasan dalam memberikan pekerjaan kepada pemasok dapat menjadi ruang lingkup pada penelitian di masa yang akan datang. Varians dalam GGA yang terdapat dalam operasi-operasi crossover dan mutasi juga dapat menjadi bahasan dalam penelitian yang lainnya. Selain itu, penggunaan beberapa metodologi yang berbeda, yaitu dengan penggabungan struktur kromosom-kromosom yang bebeda atau mengkombinasikan GGA dengan metode heuristik dan meta-heuristik akan menjadi bidang penelitian yang menjanjikan (potensial).
Namun demikian, tentu diperlukan data dan informasi yang lebih banyak agar dapat disusun fungsi-fungsi kendala yang sesuai dengan kondisi sistem tersebut sehingga asumsi-asumsi tersebut dapat dibuka dan selanjutnya dapat disusun suatu model baru yang dapat diterapkan pada sistem SCM yang lebih luas. Semoga bermanfaat!

Bacaan Lebih Lanjut
Simatupang, Togar M. 1994. Pemodelan Sistem. Bandung: Studio Manajemen, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknlogi Bandung.

Zegordi, S. H., et. al. A Novel Genetic Algorithm For Solving Production and Transportation Scheduling in a Two-stage Supply Chain. Computers & Industrial Engineering (2009), doi:10.1016/j.cie.2009.06.012.



Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites